Tafsir Surat At Taubah : 107-110

Materi.     : Tafsir
Pemateri : Ustadz Noorahmat
Tujuan     : Kutuber & Umum
=============================
🍃🍃💐🍃🍃💐🍃🍃💐🍃🍃

📖 Tafsir Surat At-Taubah, ayat 107-110 (Bagian I)

Sahabat Kutub Rahimakumullah,
Kita lanjutkan kajian tafsir kita. Kali ini kita akan mengkaji tafsir QS At-Taubah. Surat ke-9 di dalam Al Qur’an. Dalam kesempatan ini kita membahas ayat 107 hingga 110 dari QS At-Taubah. Demi efisiensi dan penyesuaian dengan pola baca melalui WhatsApp, maka pembahasan akan dibagi dalam beberapa bagian. Bagian pertama ini akan menjelaskan menjelaskan sebab-sebab atau latar belakang dari turunnya ayat-ayat yang akan kita bahas.

Dalam QS At-Taubah, Allah Azza wa Jalla berfirman

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

"Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin) dan karena kekafiran(nya), dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, "Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)". (QS. At-Taubah:107)

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

"Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih". (QS. At-Taubah:108)

أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

"Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dia ke dalam neraka Jahanam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. At-Taubah:109)

لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِي بَنَوْا رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ إِلا أَنْ تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

"Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana". (QS At-Taubah:110)

Penyebab turunnya ayat-ayat ini ialah bahwa sebelum kedatangan Nabi SAW di Madinah terdapat seorang lelaki dari kalangan kabilah Khazraj yang dikenal dengan nama Abu Amir Ar-Rahib. Sejak masa Jahiliah dia telah masuk agama Nasrani dan telah membaca ilmu ahli kitab. Ia melakukan ibadahnya di masa Jahiliah, dan ia mempunyai kedudukan yang sangat terhormat di kalangan kabilah Khazraj.

Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah untuk berhijrah, lalu orang-orang muslim berkumpul bersamanya, dan kalimah Islam menjadi tinggi serta Allah memenangkannya dalam Perang Badar, maka Abu Amir ini mulai terbakar dan menunjukkan sikap beroposisi serta memusuhi Rasulullah SAW secara terang-terangan. Ia melarikan diri bergabung dengan orang-orang kafir Mekah dari kalangan kaum musyrik Quraisy dan membujuk mereka untuk memerangi Rasulullah SAW.

Maka bergabunglah bersamanya orang-orang dari kalangan Arab Badui yang setuju dengan pendapatnya, lalu mereka datang pada tahun terjadinya Perang Uhud. Maka terjadilah suatu ujian yang menimpa kaum muslim dalam perang Uhud ini. Namun tetaplah kebaikan dari perang ini hanya milik orang-orang yang bertakwa diantara prajurit-prajurit Islam yang terlibat dalam Perang Uhud.

Tersebutlah bahwa Abu Amir Ar-Rahib ini telah membuat lubang-lubang di antara kedua barisan pasukan, dan secara kebetulan Rasulullah SAW terjatuh ke dalam salah satunya. Dalam perang itu Rasulullah SAW mengalami luka pada wajahnya, gigi geraham bagian bawah kanan ada yang rontok, dan kepala beliau terluka.

Pada permulaan perang, Abu Amir maju menghadapi kaumnya yang tergabung ke dalam barisan orang-orang Anshar, lalu ia menyeru dan membujuk mereka guna membantunya dan bergabung ke dalam barisannya. Setelah menyelesaikan pidatonya itu, orang-orang mengatakan, "Semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada matamu, hai orang fasik, hai musuh Allah." Mereka melempari dan mencacinya. Akhirnya Abu Amir kembali seraya berkata, "Demi Allah, sesungguhnya kaumku telah tertimpa keburukan sepeninggalku."

Sebelum Abu Amir melarikan diri dari Madinah untuk bergabung dengan musyrikin di Makkah, Rasulullah SAW telah menyerunya untuk menyembah Allah dan membacakan Al-Qur'an kepadanya, tetapi ia tetap tidak mau masuk Islam, dan menunjukkan pembangkangan. Maka Rasulullah SAW mendoakannya untuk kecelakaannya, semoga dia mati dalam keadaan jauh dari tempat tinggalnya dan dalam keadaan terusir. Maka doa itupun menimpa Abu Amir Ar-Rahib di akhir hidupnya.

Kejadian itu terjadi ketika kaum muslim selesai dari Perang Uhud dan Abu Amir melihat kemuliaan Rasulullah SAW dan Ummat Islam semakin bertambah gemilang dan mulia. Maka Abu Amir pergi menemui Heraklius Kaisar Romawi, untuk meminta pertolongan kepadanya dalam menghadapi Nabi SAW. Kaisar Romawi memberikan janji dan harapan kepadanya, lalu Abu Amir-pun bermukim di kerajaan Romawi.

Sesudah itu Abu Amir menulis surat kepada segolongan kaumnya dari kalangan Anshar yang tergabung dalam golongan orang-orang munafik dan orang-orang lain yang masih ragu kepada Islam. Dia menjanjikan dan memberikan harapan kepada mereka, bahwa kelak dia akan datang kepada mereka dengan membawa pasukan Romawi untuk memerangi Rasulullah SAW dan mengalahkannya serta menghentikan kegiatannya. Lalu Abu Amir menganjurkan orang-orang yang mendukungnya untuk membuat suatu bangunan yang kelak akan dipakai untuk berlindung bagi orang-orang yang datang kepada mereka dari sisinya guna menunaikan ajaran kitabnya. Tempat itu sekaligus akan menjadi tempat pengintaian baginya kelak di masa depan bila ia datang kepada mereka.

Maka orang-orang yang menjadi pengikut Abu Amir mulai membangun sebuah masjid yang kelak disebut sebagai Masjid Dhirar, letaknya berdekatan dengan Masjid Quba. Mereka membangun dan mengukuhkannya, dan mereka baru selesai dari pembangunan masjidnya di saat Rasulullah SAW hendak pergi ke medan Tabuk. Kemudian pengikut Abu Amir datang menghadap Rasulullah SAW dan memohon kepada belliau SAW agar sudi melakukan shalat di masjid mereka. Tujuan mereka untuk memperoleh bukti melalui shalat Nabi SAW di dalamnya, sehingga kedudukan masjid itu diakui secara de-facto maupun de-jure.

Mereka mengemukakan alasannya, bahwa sesungguhnya mereka membangun masjid ini hanyalah untuk orang-orang yang lemah dari kalangan mereka dan orang-orang yang berhalangan di malam yang sangat dingin.

Tetapi Allah Azza wa Jalla memelihara Nabi SAW dari melakukan shalat di dalam masjid itu. Nabi SAW menjawab permintaan mereka melalui sabdanya:

"إِنَّا عَلَى سَفَرٍ، وَلَكِنْ إِذَا رَجَعْنَا إِنْ شَاءَ اللَّهُ"

"Sesungguhnya kami sedang dalam perjalanan. Tetapi jika kami kembali, insya Allah."

Ketika Nabi SAW kembali ke Madinah dari medan Tabuk, dan jarak antara perjalanan untuk sampai ke Madinah hanya tinggal sehari atau setengah hari lagi, Malaikat Jibril a.s. turun dengan membawa berita tentang Masjid Dhirar dan niat para pembangunnya yang hendak menyebarkan kekufuran dan memecah belah persatuan umat Islam. Mereka hendak menyaingi masjid kaum muslim yaitu Masjid Quba yang sejak awal dibangun oleh Rasulullah SAW dengan landasan ketaqwaan kepada Allah Azza wa Jalla.

Maka Rasulullah SAW mengutus orang-orang ke Masjid Dhirar itu untuk merobohkannya sebelum beliau tiba di Madinah.

Ali bin Abu Talhah telah meriwayatkan dari Bin Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa mereka adalah sejumlah orang dari kalangan orang-orang Anshar yang membangun sebuah masjid baru. Sebelum itu Abu Amir berkata kepada mereka, "Bangunlah sebuah masjid, dan buatlah persiapan semampu kalian untuk menghimpun senjata dan kekuatan, sesungguhnya aku akan berangkat menuju ke Kaisar Romawi untuk meminta bantuan. Aku akan mendatangkan bala tentara dari kerajaan Romawi untuk mengusir Muhammad dan sahabat-sahabatnya dari Madinah."

Setelah mereka selesai membangunnya, maka menghadaplah mereka kepada Nabi SAW dan berkata, "Sesungguhnya kami baru selesai membangun sebuah masjid. Maka kami suka bila engkau melakukan shalat di dalamnya dan mendoakan keberkatan buat kami." Maka Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu shalat di dalam masjid itu untuk selama-lamanya, (At-Taubah: 108) sampai dengan firman-Nya: kepada orang-orang yang zalim. (QS. At-Taubah: 109)

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, Mujahid, Urwah binz Zubair, dan Qatadah serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang. Muhammad bin Ishaq bin Yasar telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, Yazid bin Rauman, Abdullah bin Abu Bakar, Asim bin Amr bin Qatadah, dan lain-lainnya.

Mereka mengatakan bahwa Rasulullah SAW kembali dari medan Tabuk, lalu turun istirahat di Zu Awan, nama sebuah kampung yang jaraknya setengah hari dari Madinah. Sebelum itu di tempat yang sama para pembangun Masjid Dirar pernah datang kepada Rasulullah SAW yang saat itu sedang bersiap-siap menuju ke medan Tabuk. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah membangun sebuah masjid untuk orang-orang yang uzur dan orang-orang yang miskin di saat malam yang hujan dan malam yang dingin. Dan sesungguhnya kami sangat menginginkan jika engkau datang kepada kami dan melakukan shalat di dalam masjid kami serta mendoakan keberkatan bagi kami." Maka Rasulullah SAW menjawab melalui sabdanya: Sesungguhnya aku sedang dalam perjalanan dan dalam keadaan sibuk. Atau dengan perkataan lainnya yang semisal.

Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda pula: Seandainya kami tiba, insya Allah, kami akan datang kepada kalian dan kami akan melakukan shalat padanya untuk memenuhi undangan kalian. Ketika Rasulullah SAW sampai di Zu Awan, turunlah wahyu yang menceritakan perihal masjid tersebut. Lalu Rasulullah SAW memanggil Malik bin Ad-Dukhsyum (saudara lelaki Bani Salim bin Auf) dan Ma'an bin Addi atau saudara lelakinya (yaitu Amir bin Addi yang juga saudara lelaki Al-Ajian). Lalu beliau SAW bersabda: Berangkatlah kamu berdua ke masjid ini yang pemiliknya zalim, dan robohkanlah serta bakarlah masjidnya. Maka keduanya berangkat dengan langkah-langkah cepat, hingga datang ke tempat orang-orang Bani Salim bin Auf yang merupakan golongan Malik bin Ad-Dukhsyum. Lalu Malik berkata kepada Ma'an, "Tunggulah aku, aku akan membuatkan api untukmu dari keluargaku."

Lalu Malik masuk menemui keluarganya dan mengambil daun kurma, lalu menyalakan api dengannya. Setelah itu keduanya berangkat dengan cepat hingga datang ke masjid itu dan memasukinya. Di dalam masjid terdapat orang-orangnya, maka keduanya membakar masjid itu dan meroboh­kannya, sedangkan orang-orang yang tadi ada di dalamnya bubar keluar berpencar-pencar. Dan diturunkanlah Al-Qur'an yang menceritakan perihal mereka, yaitu firman-Nya:

"Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (kepada orang mukmin) dan karena kekafiran(nya)....". (QS. At-Taubah: 107)

Dan tersebutlah dalam sirah bahwa orang-orang yang membangun Masjid Dhirar ini terdiri atas dua belas orang lelaki, yaitu Khaddam bin Khalid dari kalangan Bani Ubaid bin Zaid, salah seorang dari Bani Amr bin Auf yang dari rumahnya dimulai pembangunan, lalu Sa'labah bin Hatib dari Bani Ubaid, Mawali bin Umayyah bin Yazid, Mut'ib bin Qusyair dari kalangan Bani Dabi'ah bin Zaid, Abu Habibah bin Al-Az'ar dari kalangan Bani Dabi'ah bin Zaid, Ibad bin Hanif (saudara Sahl bin Hanif) dari kalangan Bani Amr bin Auf, Hari sah bin Amir dan kedua anakn 'a (yaitu Majma' bin Harisah dan Zaid bin Hari sah), juga Nabtal Al-Haris mereka dari kalangan Bani Dabi'ah, Mukharrij yang dari kalangan Bani Dabi'ah, Yajad bin Imran dari kalangan Bani Dabi'ah, dan Wadi'ah bin Sabit serta Mawali bin Umayyah golongan Abu Lubabah bin Abdul Munzir.

Demikian pembahasan bagian pertama dari tafsir Surat At Taubah ayat 107-110. Semoga bisa difahami dan membantu kita dalam memahami tafsir ayat-ayat tersebut pada kajian di pekan-pekan mendatang.

Wassalam

ْ🍃🍃💐🍃🍃💐🍃🍃💐🍃🍃
🌏Web : komunitastahajjudberantai.org