Memilih yang Mudah dan Meninggalkan yang Sulit ( Part 3)

📋 *Hadits Arba’in  ke-9: Memilih yang Mudah dan Meninggalkan yang Sulit (Part-3)*

🖌 *_Al-Wafi; DR.Musthafa Dieb Al-Bugh_*

6⃣ *Menjauhi larangan dan mengikis sumber kemaksiatan.*
Dalam syariat terdapat berbagai penghalang agar manusia tidak terjerumus pada kejahatan atau hanya terkena bibit-bibit kerusakan. Karenanya kita dapat perhatikan terhadap larangan lebih besar dibandingkan dengan perhatian terhadap perintah. Namun demikian bukan berarti meremehkan perintah, tetapi sikap tegas terhadap setiap larangan, terutama yang bersifat haram. Karena larangan yang ada, tidak lain karena adanya bahaya dan kerusakan pada perkara-perkara yang dilarang tersebut. Karenanya larangan tidak boleh dilanggar, kecuali dalam kondisi terpaksa.

Dewasa ini kita temukan banyak kesalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Mereka begitu kuat dalam menjalankan perintah, bahkan dalam masalah sunnah sekalipun. Namun mereka sering menyepelekan larangan, bahkan melanggarnya. Contohnya betapa banyak dalam masyarakat kita orang yang senantiasa puasa, shalat, bahkan qiyamul lail tiap malam, namun ia tetap menjalankan bisnisnya secara riba. Contoh lain, wanita yang mengeluarkan zakat hartanya secara sempurna, tetapi ia tetap tidak mengenakan jilbabnya. Semua itu tentunya tidak sesuai dengan syariat, tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang yang bersama mereka dalam gerbong ketakwaan. Karena dasar ibadah adalah menjauhi semua larangan Allah swt. Hal ini merupakan jalan kesuksesan untuk memerangi nafsu. Rasulullah saw. bersabda, _“Hindarilah berbagai larangan, niscaya engkau akan menjadi manusia yang paling baik ibadahnya.”_ *(HR. Tirmidzi)*

‘Aisyah ra. berkata, _“Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang lebih utama dari orang yang ahli ibadah, hendaklah ia menjauhi dosa.”_

Ketika ditanya tentang orang-orang yang tergiur oleh kemaksiatan akan tetapi tidak melakukannya, Umar ra. berkata, _“Mereka adalah orang-orang yang hatinya mendapat ujian dari Allah. Mereka akan mendapat ampunan dan pahala kebaikan yang besar.”_

Ibnu ‘Umar berkata, _“Beberapa dirham yang dijauhkan dari yang haram, jauh lebih baik daripada bershadaqah seratus ribu dirham.”_ Hasan Bashri berkata, _“Tidak ada ibadah yang lebih baik dari meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah swt.”_

Umar bin Abdul Aziz berkata, _“Takwa bukan sekadar qiyamulail dan puasa di siang hari. Akan tetapi melakukan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan larangan-Nya. jika ditambah dengan amal perbuatan yang lain, maka itu lebih baik lagi.”_

Semua itu mengisyaratkan kepada kita bahwa meninggalkan maksiat lebih utama daripada menjalankan perintah. Namun sekali lagi, bahwa hal itu tidak berarti bahwa seorang Muslim bisa meremehkan kewajiban. Sebagaimana yang sering diutarakan oleh orang-orang yang hatinya sakit. Mereka tidak menjalankan kewajiban sedikitpun, namun mereka mengklaim bahwa lebih bertakwa daripada orang-orang yang shalat, puasa dan melakukan berbagai ibadah lainnya. Karena mereka tidak melakukan perbuatan yang dilarang. Mereka bergaul di tengah masyarakat dengan baik, tidak pernah membuat onar dan lain sebagainya. Mereka inilah orang-orang yang menyimpang jauh dari ajaran Islam, bahkan menyelewengkan maksud dan pengertian Islam yang sebenarnya.

7⃣ *Mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat [dar-ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih].*
Ini adalah satu kaidah fiqih yang dirumuskan para ahli fiqih dari ketegasan syariat dalam masalah larangan. Maksudnya, manakala suatu perkara memiliki sisi manfaat dan sisi mafsadah [kerusakan]. Jika diperhatikan sisi manfaat maka akan timbul mafsadah, dan jika diperhatikan sisi mafsadah maka akan hilang manfaatnya. Dalam kondisi seperti ini yang harus diperhatikan adalah sisi mafsadah. Karena kerusakan mudah sekali menjalar, seperti api yang mTahajudBerantai:
elahap kayu bakar.

Contoh: tidak diperbolehkan menjual anggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamr, meskipun ia berani membayar dengan harga yang sangat tinggi. Tidak diperbolehkan membuat atau menjual khamr, meskipun mendatangkan keuntungan yang besar. Wanita tidak boleh bekerja ditempat yang bercampur dengan laki-laki yang bukan muhrim. Begitu juga dengan kaum laki-laki. Karena sisi negatifnya lebih dominan.

Kaidah ini juga didukung hadits Nabi yang melarang wanita melakukan perjalanan seorang diri, tanpa disertai suami atau salah satu mahramnya. Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, _“Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, melakukan perjalanan dengan jarak yang ditempuh selama satu hari, kecuali dengan mahramnya.”_ *(HR Bukhari dan Muslim)*

Perlu diketahui bahwa yang menjadi tolak ukur maslahat dan mafsadah yang terdapat dalam perkara itu adalah kebiasaan yang sudah lazim. Karenanya, jika sebuah perbuatan, biasanya mendatangkan mafsadah, maka perbuatan tersebut tidak boleh dikerjakan.

Mafsadah di sini bukanlah mafsadah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan maslahatnya. Misalnya ada satu perbuatan yang mengandung mafsadah. Namun perbuatan itu juga jelas-jelas membawa manfaat yang lebih besar dari mafsadah yang ditimbulkan. Maka perbuatan tersebut boleh dilakukan , mengingat besarnya maslahat yang akan ditimbulkan.

Contoh: memotong bagian tubuh yang terluka untuk menyelamatkan nyawa orang tersebut. Karena jika dibiarkan maka keselamatan nyawa orang tersebut akan terancam. Berbohong dalam rangka menyelesaikan permusuhan dua orang yang bertikai. Karena jika pertikaian tersebut dibiarkan, maka akan mengakibatkan permusuhan yang berkepanjangan atau bahkan kekacauan yang semakin meluas.

☆☆☆☆
🌐 *Sumber:* _*www.quranmulia.wordpress.com/hadits-arbain/hadits/*_