Abdullah bin Umar bin Khattab Ditolak Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam

Dua kali, permintaannya ditolak. Pertama, saat perang Badar. Berikutnya, ketika perang Uhud. Kesempatan akhirnya tiba di kali ketiga. Pada peristiwa perang Khondak. Rasulullah SAW akhirnya mengizinkannya. Tak terperi rasa gembira hatinya.

Dialah Abdullah bin Umar bin Khattab. Waktu itu, usianya belumlah genap 15 tahun, saat ia ikut serta dalam peperangan tersebut.

Semenjak itu, tak pernah sekalipun ia lalai menjawab seruan Allah. Kesungguhannya dalam berjihad, terkenal di kalangan sahabat.

Sangatlah pantas, karena ia anak dari seorang bapak yang merupakan pahlawan besar Islam.

Abdullah kecil adalah saksi. Saat lelaki perkasa-ayahnya-itu, satu hari, menyatakan keberpihakannya pada al-haq. Mengundang pembesar yang terganggu mengintimidasinya. Seorang diri, dengan gagah ia menghadapinya. Hingga semua kelelahan mengatasinya.

Ketegasan dan rasa pembelaan sang ayah mengalir deras dalam darah Abdullah. Menghidupkan detak yang sama dalam setiap denyut nadinya. Itu, pelajaran berharga yang terjaga sampai akhir hayatnya.

Lalu dimana keberpihakan kita hari ini? Kepada siapa pembelaan kita berikan? Sikap kita hari ini, bakal menjadi warisan bagi generasi anak-anak kita di masa berikutnya. Apakah mereka akan menjadi penjaga (haafidz) ayat-ayatNya. Atau menjualnya untuk kesenangan dunia sesaat.

Aliran itu. Detak itu. Kita, orang tuanya,  yang memulainya. Hari ini.

..

Untuk semua alumni 212.

~ Fb : Suminar Widyawati ~