Artis Rentan Akan Narkoba Sebab Gaya Hidup dan Lingkungan

Kejadian terjeratnya satu lagi selebriti Tanah Air Roger Danuarta dalam kasus narkoba bukan hal baru di kalangan artis. Berdasar catatan, dalam 10 tahun terakhir, terdapat sedikitnya 34 artis yang terjerat kasus serupa.
Overdosis (Ilustrasi)
Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Brigjen Pol (Purn) Ashar Suryobroto mengatakan, terdapat sejumlah faktor penyebab hal ini. Gaya hidup dan lingkungan yang salah kerap menjerumuskan kalangan selebriti dalam lingkaran peredaran narkoba. Dengan tenaga yang terbatas, para pekerja seni dituntut untuk dapat bekerja dari pagi hingga malam hari.
"Karena tidak istirahat, akhirnya menggunakan doping, baik yang resmi atau tidak," kata Ashar, Selasa (18/2).
Dikatakan Ashar, salah satu hal yang membahayakan dari narkoba adalah sifat adiksi. Dari yang mulanya hanya coba-coba, penyalah guna bisa menjadi pecandu.
"Untuk itu, setiap orang, tidak hanya artis harus memiliki mental dan fisik yang kuat agar tidak tergoda," katanya.
Selain dua faktor yang disebut di atas, Ashar menyebutkan, hal lain yang membuat pekerja seni terjerembab dalam jeratan narkoba adalah frustasi.
Setiap orang, kata Ashar, memiliki cara tersendiri untuk dapat bangkit dari permasalahan yang dihadapi. Sebagian orang memilih untuk menyelesaikan masalahnya dengan berusaha keras dan menambah keimanan, sementara sebagian lainnya memilih melarikan diri dengan menggunakan narkoba.
"Hanya saja, sebagai seorang artis, karena mereka terkenal, jadi langsung terekspose media," jelasnya.
Ashar menyatakan, kalangan artis yang terjerat narkoba ini termasuk dari lima juta penyalah guna narkoba di Indonesia. Selain telah menjalar ke setiap kalangan baik artis, penegak hukum, aparat pemerintah, atau masyarakat biasa, narkoba di Indonesia juga telah menewaskan sebanyak 50 orang setiap harinya.
"Ini yang membahayakan. Bertahun-tahun lalu, penyalah guna di Indonesia sebanyak dua juta orang, dan menewaskan 10 orang per hari, tetapi sekarang jumlahnya terus naik," ungkap Ashar.
Ashar menegaskan, menjadi kewajiban penyidik untuk selalu mengembangkan dan menuntaskan setiap kasus narkoba, termasuk yang menjerat pesinetron Roger Danuarta saat ini. Jangan sampai, kasus narkoba berhenti hanya ditangkapnya penyalahguna dan dimasukkan dalam pusat rehabilitasi.
"Kewajiban peyidik untuk mengembangkan kasus narkoba. Lebih baik dibuka dan dituntaskan sekarang daripada terus menyebar. BNN sebagai garda terdepan dalam persoalan narkoba jangan hanya menyelamatkan penyalah guna, tetapi juga harus mengungkap dan memberantas penjahat di balik korban itu," tegasnya.
Untuk mencegah, agar tidak ada lagi penyalah guna termasuk di kalangan artis, Ashar menyatakan, pihaknya mengusulkan agar selalu dilakukan tes urine. Sehingga, jika terdapat penyalah guna, dapat langsung direhabilitasi.
"Jangan sampai tertangkap dulu baru direhabilitasi. Ini yang keliru. Tidak hanya di kalangan artis, tetapi semua kalangan mari membersihkan diri secara sukarela," ucapnya.
Selain itu, Ashar mendorong agar setiap penegak hukum yang berkaitan dengan narkoba untuk menyamakan persepsi terkait narkoba jenis baru. Dikatakan, setiap penegak hukum, jangan hanya terpatok dengan Undang-undang narkotika yang baru dapat direvisi setiap lima tahun sekali.
"Para penjahat ini memanfaatkan setiap celah. Mereka mengganti unsur narkoba agar menyulitkan penegakan hukum. Penegak hukum harus satu persepsi setiap zat yang memiliki efek sama bahkan lebih dapat dijerat. Kalau tidak semakin banyak yang lolos, padahal ada 26 zat psikotropika baru di Indonesia," papar Ashar.
(beritasatu)